Dinasti Politik vs Kotak Kosong (Tinjauan Kritis Pilkada Gowa 2020)

480

Oleh : Sya’ban Sartono Leky

BIDIKNEWS.id, Opini – Pemilihan Kepala Daerah untuk Bupati dan Wakil Bupati di kabupaten Gowa kali ini, lain dari tahun tahun sebelumnya. 2020 merupakan sejarah baru Gowa memiliki calon tunggal. Hal ini menurut sebagian orang mempertegas arogansi kekuasaan Dinasti Yasin Limpo yang berkiprah dan berkuasa lebih kurang 26 tahun di Kabupaten Gowa.

Tak bisa dipungkiri, Klan Yasin Limpo begitu kuat karena reputasi Kolonel Muhammad Yasin Limpo. Pejuang 45 melekat erat pada Ayah 6 anak yang hampir keseluruhannya adalah Politisi dan Birokrat senior Sulawesi Selatan. Bahkan sekelas Jusuf Kalla, merupakan kader sekaligus anak ideologis Yasin Limpo. Maka tak ayal, Dinasti Yasin Limpo begitu kuat di Sulawesi Selatan.

Advertise

Kiprah Sang Ayah yang dikenal pejuang sekaligus pendiri Golkar Sulsel, menjadikan Syahrul, Lelaki sulungnya melenggang ke kursi orang nomor satu Gowa di usia terbilang muda, 1994 hingga 2002 Syahrul memimpin. Dari bekas kepemimpinannyalah Tenri Olle, kakak Syahrul menjadi Ketua DPRD Gowa periode 2009-2014. Kemudian lanjut menjadi Anggota DPRD Sulsel 2014-2019.

Deretan klan Yasin Limpo cukup mewarnai perpolitikan Sulsel bahkan melebar ke Sulawesi lainnya, Menantu Muhammad Yasin Limpo, Habsa Yanti Ponulele, isteri Irman Yasin Limpo, pernah mencoba peruntungan dalam Pilkada Kota Palu, namun kalah oleh pasangan Hidayat-Sigit Purnomo alias Pasha Ungu.

Haris Yasin Limpo yang lebih dikenal Nyanyang, adalah mantan anggota DPRD Makassar periode 2009-2014. Beberapa jabatan penting di Pemprov Sulsel pernah diembannya. Dan juga None saudara kandungnya pernah ikut dalam Pilwalkot Makassar dan perolehan suaranya cukup diperhitungkan. Hal ini menjadi bukti sekali lagi, bahwa memang ada gen petarung dalam diri anak-anak Yasin Limpo.

Tak mau putus, generasi ketiga Yasin Limpo, ada Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo. Anak dari Ichsan Yasin Limpo. Yang pada Pilkada Gowa 2015 meraih suara terbanyak tanpa diusung partai manapun. Catat!, tanpa diusung satu partaipun. Adnan melenggang ke kursi kepemimpinan Kabupaten Gowa lewat jalur independen. Alias diusung penuh oleh suara asli Rakyat.

Adnan mencatat sejarah baru, ia adalah Bupati termuda di Indonesia Timur, sekaligus Bupati pertama di Sulsel yang memenangkan Pilkada lewat jalur independen. Adnan juga adalah mantan Anggota DPRD Sulsel. Ia menjadi legistor muda setelah maju lewat dapil yang disebut-sebut sebagai dapil neraka. Adnan maju lewat dapil di Makassar. Bukan lewat Gowa, dan 2 periode disana.

Sekali lagi, hal ini mempertegas sekaligus mematahkan argumen sebagian orang bahwa cucu Yasin Limpo hanya “BESAR” di Gowa. Tentu bukan melenggang karena Citra Prestise Yasin Limpo kan?. Iya, lagi-lagi mereka mendapatkan posisi itu bukan karena kebetulan. Melainkan memang mereka tekuni, dan mampu tunjukkan jika memang mereka sangat pantas.

Tapi apakah Klan Yasin Limpo tidak pernah GAGAL?, tunggu dulu… Coba kita perhatikan beberapa warsa belakangan ini, seakan ada kabut grey sedang membayangi keluarga besar Yasin Limpo, beberapa waktu lalu, sebelum diangkat sebagai Mentri Pertanian, Syahrul pernah gagal menjadi anggota DPR-RI. Ia tak berhasil mengikuti jejak adiknya, Dewi Yasin Limpo.

Lima tahun lalu, tepatnya di oktober 2015, saat masih anggota Komisi VII DPR RI 2014-2019, Dewi digeruduk KPK, lantaran menerima suap 117.700 ribu dolar Singapura atau 1,7 miliar jika dirupiahkan. Kasus ini terkait pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Kabupaten Deiyai Papua.

Berlanjut, Tenri Olle Yasin Limpo, yang juga gagal sebagai calon anggota DPR. Putri Syahrul, Indira Chunda Thita Syahrul Putri, yang juga harus kandas karena gagal saat mencalonkan diri menjadi anggota DPR. Tak hanya itu, Mantu Syahrul, Riska Mulfiati Redondo, yang maju sebagai calon anggota DPRD juga gagal. Sementara besan Syahrul, Luthfi Halide, yang maju sebagai anggota DPR, pun bernasib yang sama.

Hal senada juga dirasakan oleh mendiang Ichsan Yasin Limpo, sebelum akhirnya dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Ichsan sempat maju sebagai calon Gubernur Sulsel dan dia mengukir kisah kegagalan yang sama. Kegagalan bukan semata karena NA lawan terberatnya, bahakn NA sempat tak di-rekennya. Bukan karena lawannya berat, tapi karena kampanye “Lawan Dinasti Politik” begitu menggema.

Apakah mustahil Adnan menuai prestasi buruk yang sama?, lantaran ini merupakan ‘Aamul Huzni (Tahun Dukacita) karena kegagalan beruntun klannya?. Entahlah, intinya, Imposible is Nothing. Tidak ada yang tidak mungkin. Tapi… politik sejatinya mengaktualkan kemungkinan menjadi kenyataan. Tinggal seberapa kuat amunisi yang disiapkan KoKo alias Kotak Kosong.

Pertanyaan terakhir, majunya calon tunggal dengan memborong mayoritas partai, apakah ini salah Adnan?, atau karena arogansi kekuasaannya?, atau… Adnan yang terlalu superior sehingga tak ada figur yang berani menjadi rivalnya?. Ataukah karena kegagalan mesin Partai membranding kader potensialnya?. Deretan pertanyaan ini tidak penting untuk dijawab. Yang jelas, Pilkada kali ini, menambah citra buruk proses Demokrasi di Gowa.