Mengidap Penyakit Kanker Mulut, Janda Asal NTT Ini Butuh Uluran Tangan

367

BIDIKNEWS.id, Manggarai Timur— Sovia Onas(58), Seorang ibu berstatus janda asal kampung watu lambur, Desa Bea Ngencung, kecamatan Rana Mese, Kabupaten Manggarai Timur, Flores Nusa Tenggara Timur, menderita penyakit Kanker Mulut. Sovia Onas ditinggal sang suami semenjak tahun 2013 silam. Suami yang dicintainya tersebut meninggal akibat kecelakaan kerja.

“Suami saya meninggal jatuh dari pohon pada saat mencari madu di hutan. Saat itu nyawanya tidak terselamatkan,” tutur Sovia sambil meneteskan Air mata.

Mama Sovia diketahui memiliki empat orang anak. Putra sulungnya telah lama merantau ke Kalimantan dan sampai saat ini hilang kabar.

Advertise

Butuh Biaya Pengobatan

Mama Sovia yang kini tinggal bersama anaknya merasa kesulitan untuk mendapatkan biaya pengobatan penyakit Kanker mulut yang dideritanya.

“Jangankan untuk berobat. Membeli makanan sehari-hari kami sangat susah,” ujarnya.

Penyakit kanker mulut yang dideritanya pun makin parah. Ia menceritakan, sejak empat bulan yang lalu, benjolan yang terletak di bagian bibir atas itu setiap hari kian membesar.

“Saya ingin sembuh dari penyakit ini. Tapi tidak punya biaya,” ucapnya sambil berharap semoga ada pihak yang peduli dengan kondisinya.

Pengakuan Sang Anak

Putra bungsu Mama Sovia, Yuvensius Lagut(18) mengaku dirinya merasa sangat sedih ketika ibunya jatuh sakit. Dalam keadaan menangis, kepada media ia menuturkan bahwa ia menginginkan ibunya sembuh.

Kendati demikian, walaupun tanpa seorang Ayah, ia berani bersekolah hingga duduk di bangku SMA hasil dari bekerja sebagai buruh tani setelah pulang sekolah. Yuvensius kerap manfaatkan waktu sisa setelah pulang sekolah untuk bekerja di kebun orang yang membutuhkan jasanya.

“Hasil dari bekerja di orang, saya biayai sekolah dan beli beras untuk kehidupan disekolah,” ungkap Yuvens.

Kini Yuvensius duduk di bangku kelas 1 SMA Negeri 1 Borong. Sebagai anak yatim, Yuvensius mengaku dapat keistimewaan dari sekolah dengan mendapat pemotongan uang sekolah.

“Kami membayar SPP sebesar 1.100.000 rupiah setiap tahun. Saya mendapat pemotongan yaitu 300.000 Rupiah, sehingga saya hanya membayar sebesar 900.000 rupiah setiap tahun,” tutur Yuvens.

Pada saat penerapan belajar dari rumah semasa Pandemi Covid-19, tak jarang dirinya memanfaatkan waktu luang untuk bekerja di kebun orang demi keperluan biaya sekolah dan kebutuhan ekonomi keluarga.

“Mama saya belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Mama seharusnya wajar mendapatkan bantuan BPJS Jamkesda. Siapapun yang tergerak hatinya, semoga mendengar jeritan hati kami,” tutupnya.

 

Penulis: Nardi Jaya